Selasa, 12 Januari 2010

etika bisnis, etika bisnis dan pendidikan

Etika Bisnis dan Pendidikan

Dalam sistem perekonomian pasar bebas, perusahaan diarahkan untuk mencapai tujuan mendapatkan keuntungan
semaksimal mungkin, sejalan dengan prinsip efisiensi. Namun, dalam mencapai tujuan tersebut pelaku bisnis kerap
menghalalkan berbagai cara tanpa peduli apakah tindakannya melanggar etika dalam berbisnis atau tidak.

Hal ini terjadi akibat manajemen dan karyawan yang cenderung mencari keuntungan semata sehingga terjadi
penyimpangan norma-norma etis, meski perusahaan-perusahaan tersebut memiliki code of conduct dalam berbisnis
yang harus dipatuhi seluruh organ di dalam organisasi. Penerapan kaidah good corporate governace di perusahaan
swasta, BUMN, dan instansi pemerintah juga masih lemah. Banyak perusahaan melakukan pelanggaran, terutama dalam
pelaporan kinerja keuangan perusahaan.

Prinsip keterbukaan informasi tentang kinerja keuangan bagi perusahaan terdaftar di BEJ, misalnya seringkali dilanggar
dan jelas merugikan para pemangku kepentingan (stakeholders),terutama pemegang saham dan masyarakat luas
lainnya.Berbagai kasus insider trading dan banyaknya perusahaan publik yang di-suspend perdagangan sahamnya oleh
otoritas bursa menunjukkan contoh praktik buruk dalam berbisnis. Belum lagi masalah kerusakan lingkungan yang terjadi
akibat eksploitasi sumber daya alam dengan alasan mengejar keuntungan setinggi-tingginya tanpa memperhitungkan
daya dukung ekosistem lingkungan.

Bisa dibayangkan, dampak nyata akibat ketidakpedulian pelaku bisnis terhadap etika berbisnis adalah budaya korupsi
yang semakin serius dan merusak tatanan sosial budaya masyarakat. Jika ini berlanjut, bagaimana mungkin investor
asing tertarik menanamkan modalnya di negeri kita? Situasi ini menimbulkan pertanyaan tentang mengapa kesemua ini
terjadi? Apakah para pengusaha tersebut tidak mendapatkan pembelajaran etika bisnis di bangku kuliah? Apa yang salah
dengan pendidikan kita, karena seharusnya lembaga pendidikan berfungsi sebagai morale force dalam menegakkan nilai-
nilai kebenaran dalam berbisnis?

Bagaimana sebenarnya etika bisnis diajarkan di sekolah—kalaupun ada—dan di perguruan tinggi? Etika bisnis
merupakan mata kuliah yang diajarkan di lingkungan pendidikan tinggi yang menawarkan program pendidikan bisnis dan
manajemen. Beberapa kendala sering dihadapi dalam menumbuhkembangkan etika bisnis di dunia pendidikan.
Pertama, kekeliruan persepsi masyarakat bahwa etika bisnis hanya perlu diajarkan kepada mahasiswa program
manajemen dan bisnis karena pendidikan model ini mencetak lulusan sebagai mencetak pengusaha. Persepsi demikian
tentu tidak tepat. Lulusan dari jurusan/program studi nonbisnis yang mungkin diarahkan untuk menjadi pegawai tentu
harus memahami etika bisnis. Etika bisnis adalah acuan bagi perusahaan dalam melaksanakan kegiatan usaha,
termasuk dalam berinteraksi dengan stakeholders, termasuk tentunya karyawan.

Etika bisnis sebaik apa pun yang dicanangkan perusahaan dan dituangkan dalam pedoman perilaku, tidak akan berjalan
tanpa kepatuhan karyawan dalam menaati norma-norma kepatutan dalam menjalankan aktivitas perusahaan. Kedua,
pada program pendidikan manajemen dan bisnis, etika bisnis diajarkan sebagai mata kuliah tersendiri dan tidak
terintegrasi dengan pembelajaran pada mata kuliah lain. Perlu diingat bahwa mahasiswa sebagai subjek didik harus
mendapatkan pembelajaran secara komprehensif. Integrasi antara aspek kognitif, psikomotorik, dan afektif dalam proses
pembelajaran harus diutamakan. Sehingga masuk akal apabila etika bisnis—aspek afektif/ sikap dalam hal ini—
disisipkan di berbagai mata kuliah yang ditawarkan. Ketiga, metode pengajaran dan pembelajaran pada mata kuliah ini
cenderung monoton.Pengajaran lebih banyak menggunakan metode ceramah langsung.

Kalaupun disertai penggunaan studi kasus, sayangnya tanpa disertai kejelasan pemecahan masalah dari kasus-kasus
yang dibahas. Hal ini disebabkan substansi materi etika bisnis lebih sering menyangkut kaidah dan norma yang
cenderung abstrak dengan standar acuan tergantung persepsi individu dan institusi dalam menilai etis atau tidaknya
suatu tindakan bisnis. Misalnya, etiskah mengiklankan sesuatu obat dengan menyembunyikan informasi tentang indikasi
pemakaian? Atau membahas moral hazard pada kasus kebangkrutan perusahaan sekelas Enron di Amerika Serikat.
Keempat, etika bisnis tidak terdapat dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah.

Nilainilai moral dan etika dalam berperilaku bisnis akan lebih efektif diajarkan pada saat usia emas (golden age) anak,
yaitu usia 4–6 tahun. Karena itu, pengajarannya harus bersifat tematik. Pada mata pelajaran agama, misalnya, guru bisa
mengajarkan etika bisnis dengan memberi contoh bagaimana Nabi Muhammad SAW berdagang dengan tidak
mengambil keuntungan setinggi langit. Kelima, orangtua beranggapan bahwa sesuatu yang tidak mungkin mengajarkan
anak di rumah tentang etika bisnis karena mereka bukan pengusaha. Pandangan sempit ini dilandasi pemahaman
bahwa etika bisnis adalah urusan pengusaha.

Padahal, sebenarnya penegakan etika bisnis juga menjadi tanggung jawab kita sebagai konsumen. Orangtua dapat
mengajarkan etika bisnis di lingkungan keluarga dengan jalan memberi keteladanan pada anak dalam menghargai hak
atas kekayaan intelektual (HaKI), misalnya dengan tidak membelikan mereka VCD, game software, dan produk bajakan
lain dengan alasan yang penting murah. Keenam, pendidik belum berperan sebagai model panutan dalam pengajaran
etika bisnis. Misalnya masih sering kita mendapati fenomena orangtua siswa memberi hadiah kepada gurunya pada saat
kenaikan kelas dengan alasan sebagai rasa terima kasih dan ikhlas.

Pendidik menerima hadiah tersebut dengan senang hati dan dengan sengaja menunjukkan hadiah pemberian orangtua
siswa tersebut kepada teman sejawatnya dengan memuji-muji nilai atau besaran hadiah tersebut. Tidakkah kita sadari,
kondisi seperti ini akan memberikan kesan mendalam pada anak kita? Mengurangi praktik pelanggaran etika dalam
berbisnis merupakan tanggung jawab kita semua. Sebagai pengusaha, tujuan memaksimalkan profit harus diimbangi
peningkatan peran dan tanggung jawab terhadap masyarakat. Perusahaan turut melakukan pemberdayaan kualitas hidup
masyarakat melalui program corporate social responsibility (CSR).

Pada saat kita berperan sebagai konsumen, seyogianya memahami betul hak dan kewajiban dalam menghargai karya
orang lain. Orangtua harus menjadi model panutan dengan memberikan contoh baik tentang perilaku berbisnis kepada
anak sehingga kelak mereka akan menjadi pekerja atau pengusaha yang mengerti betul arti penting etika bisnis.
Pemerintah sebagai regulator pasar turut berperan mengawasi praktik negatif para pelaku ekonomi. Sudah saatnya
pemerintah mempertimbangkan etika bisnis termuat dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah. Peran aktif para
pelaku ekonomi ini pada akhirnya akan menjadikan dunia bisnis di Tanah Air surga bagi investor asing.

(*) Drs. Dedi Purwana E.S., M.Bus. Direktur Eksekutif the Indonesian Council on Economic Education (ICEE)

Sumber: http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/periskop/etika-bisnis-dan-pendidikan.html

etika bisnis, materi

ETIKA : Komitmen untuk melakukan yang benar dan menghindari yang tidak benar menurut suatu norma universal
ETIKA BISNIS :Kode etik perilaku pengusaha berdasarkan nilai-nilai moral dan norma sebagai acuan untuk mengambil keputusan dan pemecahan masalah

etika bisnis
Stakeholder Satisfaction Stakeholders Loyalty

Kelanggengan atau maju mundurnya suatu perusahaan sangat ditentukan oleh penerapan etika bisnis dalam melakukan aktifitasnya. Etika bisnis dijadikan tutunan dalam mengambil keputusan dalam memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi. Disisi yang bersamaan etika bisnis digunakan pula dalam interaktif perusahaan dengan stakeholdernya, baik yang eksternal maupun internal stakeholder. Penerapan etika bisnis akan menghasilkan stakeholder satisfaction karena interaktifnya mengunakan aturan atau norma yang telah diterima, yang akan bermuara kepada stakeholder loyality.. Sehingga dengan adanya loyality dari stakeholder, maka kelanggengan perusahaan sudah dapat dipastikan.

Stakeholder , Individu atau kelompok yang berkepentingan dan berpengaruh terhadap perusahaan
Internal , Karyawan, Pimpinan, Manajemen, Investor, dll
Eksternal, Masyarakat, Pemerintah, Kreditor, Pelanggan, Asosiasi Dagang, dll


Stakeholder ,
Mitra Usaha
Pemasok Bahan Baku
Organisasi Pekerja
Pemerintah
Kreditor
Investor
Masyarakat Umum
Pelanggan


NORMA ETIKA
Hukum
Kebijakan dan Prosedu Organisasi
Moral Sikap Mental Individu


Prinsip-Prinsip Etikadan Perilaku Bisnis
Honesty
Integrity
Promise Keeping
Fidelity
Fairness
Caring for Other
Respect for Other
Responsibility Citizenship
Pursuit for Excellence
Accountability


Mempertahankan Standar Etika
Menciptakan Kepercayaan Perusahaan
Kembangkan Kode Etika
Jalankan Kode Etik Secara Adil & Konsisten
Lindungi Hak Perorangan
Adakan Pelatihan Etika
Lakukan Audit Etika Secara Periodik
Pertahankan Standar Perilaku yang Tinggi
Hindari Contoh Etika yang Tercela Setiap Saat
Ciptakan Budaya Komunikasi Dua Arah
Libatkan Karyawan Menpertahankan Standar Etika


Tanggung Jawab Perusahaan
Terhadap Lingkungan
Terhadap Karyawan
Terhadap Pelanggan
Terhadap Investor
Terhadap Masyarakat

Senin, 11 Januari 2010

etika bisnis, tidak daftar pakai i-ring tapi dipotong pulsa

bapak aku memakai mentari, tiba2 dapat sms dari mentari tentang i-ring,,
bapak aku tidak pernah memakainya ataupun mengsms ke mentari, tapi setiap berapa hari pulsa berkurang terus tanpa ada konfirmasi, setelah aku telpon ke nomor bapak ternyata ada i-ringnya, padahal kita tidak mendaftar,,
aku coba stop i-ringnya tapi tidak bisa,
aku coba besoknya tapi tidak bisa,
tapi setelah besoknya lagi baru bisa,,
huft,, pulsanya jadi berkurang banyak...

etika bisnis, kecewa dengan politron

belum lama aku beli tv politron yang 21 inci d sebuah supermarket terkenal di depok,
saat aku lihat barangnya bagus,tidak cacat dan sistemnya jg tidak rusak,,
tapi saat aku sampai rumah sewaktu aku coba ternyata tvnya ada masalah di sistemnya,,
warna tivi aneh di bagian kiri dan kana bawah, seperti warna kuning dan biru,hijau,,
pokoknya mengganggu,,
padahal belum ada berapa jam belinya tapi sudah ada yang rusak,,
kecewa aku dengan penjaga toko yang melayani dan politron,,